Memelihara Tradisi Lama Yang Baik Dan Mengambil Tradisi Baru Yang Lebih Baik

Rabu, 09 Maret 2016

Silat Cingkrik

Silat Cingkrik adalah seni bela diri Indonesia yang perkembangannya termasyur di wilayah Betawi dan telah berumur ratusan tahun dan diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Cingkrik Silat Betawi

Di tiap-tiap daerah di Indonesia ada tokoh-tokoh pencak silat yang ternama. Salah satu tokoh silat Cingkrik ini diantaranya adalah Ki Pitung yang menjadi legenda di kalangan masyarakat Betawi. Ki Pitung bagi masyarakat Betawi adalah pendekar dan pahlawan pembela kaum lemah dari kesewenang-wenangan penjajah Belanda dan antek-anteknya.

Ki Pitung beliau belajar pencak silat dari seorang haji yang berasal dari daerah Menes di Banten Jawa Barat. Beliau menyebar-luaskan pencak silat cingkrik Betawi ini ke daerah Marunda dan ke daerah Rawa Belong Kebon Jeruk serta daerah Jakarta dan sekitarnya.

Kong Goning (Almarhum)

Tentang Ki Goning, nama aslinya adalah Ainin Bin Urim. Beliau lahir sekitar tahun 1895 dan meninggal sekitar tahun 1975 pada umur 80 tahun. Beliau sering dipanggil “Nin” (berubah bunyi menjadi “Ning”) dan ditambah di depan kata Ning leh orang-orang dengan bahasa Betawi yaitu dengan kata ejekan “Go” maka menjadi “Goning”.

Ki Goning atau lebih akrab dipanggil Kong Goning adalah seorang pejuang serta pewaris dan penerus silat Cingkrik Betawi yang cukup termasyur sehingga murid-murid beliau menisbahkan ilmu silat Cingkrik yang diterimanya kepada nama beliau sehingga dikenallah “Cingkrik Goning”.

Menurut penjelasan dari Haji Husien (amak kedua dari Kong Goning), bahwa beliau sering pergi ke daerah Marunda (Cilincing Tanjung Priok) tempat dimana Ki Pitung jaya pada zamannya. Beliau pulang ke Kedoya dari Marunda 2, 3 sampai 4 hari lamanya (tidak dijelaskan apa tujuannya).

Kong Goning mempunyai 4 orang anak laki-laki dan 3 orang anak perempuan. Nama anak laki-laki beliau adalah :

1. Kosim (Almarhum)

2. Haji Husien

3. Haji Sa’adih

4. Hasan Jago/Mandor (Almarhum)

Di daerah Kedoya, pencak silat Cingkrik Betawi ada 2 macam aliran, yaitu:

1. Aliran silat Cingkrik Betawi Sinan dengan ciri gerakan jurus pendek-pendek.

2. Aliran silat Cingkri Betawi Goning dengan ciri gerakan jurus panjang dan lebar.

Gerakan utama dalam silat ini menggunakan satu kaki untuk melompat. Karena gerakan ini orang Betawi kemudian menyebutnya jejingkrikan dan kemudian disebut jingkrik atau cingkrik. Aliran cingkrik pertama kali dikembangkan oleh Ainin bin Urim yang biasa dipanggil Engkong Goning (1895-1975) di Rawa Belong, Kebon Jeruk dan Jembatan Dua. Engkong Goning yg merupakan pejuang dari wilayah Kedoya. Ilmunya kemudian diturunkan kepada Usup Utay, yang kemudian menurunkan kepada mantunya yaitu Tubagus Bambang Sudrajat yang kini memimpin padepokan silat di TMII.

Saat ini aliran cingkrik terbagi dua yaitu cingkrik sinan dan cingkrik goning. Perbedaan di antara keduanya adalah cingkrik sinan menggunakan ilmu kontak sementara cingkrik goning hanya mengandalkan kelincahan fisik.

Cingkrik goning mengaplikasi sistem tingkatan dimana yang tertinggi adalah sabuk merah dengan lima strip. Untuk mencapai tingkatan tersebut memakan waktu maksimal 7 tahun dimana seseorang harus menguasai 4 tahapan. Pertama, menguasai 12 jurus dasar cingkrik goning. Kedua, belajar sambut. Ketiga, mempelajari 12 jurus dasar yaitu 80 bantingan khas cingkrik goning. Keempat, adalah jual beli atau bertarung.
Cingkrik Silat Betawi
Sejarah dan Perkembangan Maenpukulan Cingkrik

Dahulu banyak orang Rawa Belong yang menimba ilmu ke Kulon (tidak dapat dipastikan tempatnya, karena Meruya dan Tangerangpun sudah dianggap Kulon oleh orang-orang Rawa Belong pada waktu itu) untuk belajar ilmu agama dan ilmu beladiri, baik ilmu batin maupun maenpukulan.

Salah satu dari sekian banyak orang Rawa Belong yang belajar ke Kulon itu adalah Ki Maing, namun belum tuntas belajar, Ki Maing memutuskan untuk kembali pulang ke Rawa Belong. Hingga sampai pada suatu ketika, Ki Maing yang sedang berjalan, tongkatnya direbut oleh seekor kera milik tetangganya yang bernama Nyi Saereh. Spontan Ki Maing menarik kembali tongkatnya, hingga terjadilah perebutan tongkat antara Ki Maing dan kera milik Nyi Saereh. Si kera tidak mau mengalah begitu saja, dengan sigap dan lincahnya berusaha menarik kembali tongkat Ki Maing dengan disertai beberapa gerakan serangan dan pertahanan yang menyerupai jurus silat. Ki Maing sangat terkesan akan gerakan-gerakan kera tersebut, hingga hampir setiap hari Ki Maing mendatangi kera itu untuk kemudian mempelajari dan menganalisanya. Setiap gerakan pertahanan si kera yang lincah itu diiringi serangan, begitupun sebaliknya setiap serangan merupakan pertahanan. Dengan kombinasi antara kaki dan tangan yang begitu gesit dan lincah. Dari pengamatan gerakan natural kera tersebut, dan ketekunannya berlatih, oleh Ki Maing dikembangkan menjadi sebuah gerakan atau jurus silat, yang kemudian hari dikenal dengan sebutan Cingkrik.

Setelah merasa menguasai maenpukulan Cingkrik yang diinspirasikan dari gerakan kera milik Nyi Saereh tadi, Ki Maing memutuskan untuk kembali ke padepokannya di Kulon. Untuk menguji sampai dimana keberhasilan jurus-jurus barunya itu, Ki Maing “menjajal” satu persatu teman seperguruannya itu, yang hasilnya tidak satupun teman seperguruannya berhasil mengalahkannya. Pada akhirnya guru Ki Maing pun turut serta menjajal kehebatan jurus baru muridnya itu, namun kenyataan yang dialami oleh teman-teman seperguruan Ki Maing, dialami pula oleh gurunya. Gemparlah seluruh padepokan itu dan sang gurupun mengakui kehebatan jurus barunya Ki Maing itu.

Sekembalinya ke Rawa Belong, Ki Maing menyebarluaskannya dengan menularkan jurus barunya itu kepada jawara-jawara Rawa Belong yang pada fase ini, mulai dikenal nama maenpukulan Cingkrik, karena sebelumnya orang Rawa Belong hanya mengenal Cingkrik dengan sebutan “maenpukul”. Dari Ki Maing diturunkan kepada tiga orang, yaitu Ki Saari, Ki Ajid, dan Ki Ali.

Dasar Jurus Cingkrik ada 12, yaitu:

1. Keset Bacok

2. Keset Gedor

3. Cingkrik

4. Langkah 3

5. Langkah 4

6. Buka Satu

7. Saup

8. Macan

9. Tiktuk

10. Singa

11. Lokbe

12. Longok

Ditambah atau dilanjutkan dengan sambut: 1. Sambut 7 muka 2. Sambut Gulung 3. Sambut Detik/Habis

Adapun gerakan jurus gabungan dari 1-12 disebut sebagai Bongbang, yang biasanya digunakan untuk atraksi di panggung-panggung.


Cingkrik Silat BetawiBerdasar tulisan asli Cacang tentang Sejarah Silat Cingkrik Rawa Belong, dengan nara sumber sesepuh Maenpukulan Cingkrik Rawa Belong diantaranya : Bang Nunung dan Bang Warno (Suwarno Ayub)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar